Secara umum, filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu
yang ada dan mungkin ada dan boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam
semesta, dan sebagainya. Apabila diperhatikan secara seksama objek filsafat
tersebut dapat dikatagorikan kepada dua:
1.
Objek material
Objek material
ini adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian
keilmuan. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah
tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secar umum.
2 2. Objek formal
Objek formal
merubah objek khusus filsafat yang sedalam-dalamnya (Poedjawijatna, 1994: 8). Objek
formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan
ilmu yang berbeda-beda. Objek formal ini dapat dipahami melalui dua
kegiatan:
a.
Aktivitas berfikir murni (reflective thinking)
artinya kegiatan akal manusia dengan usaha untuk mengerti dengan usaha untuk
mengerti secara mendalam segala sesuatunya sampai ke akar-akarnya.
b.
Produk kegiatan berfikir murni, artinya hasil
dari pemikiran atau penyelidikan dalam wujud ilmu atau ideologi.
Mengenai objek
forma ini ada juga yang mengindentikan dengan metafisika, yaitu hal-hal diluar
jangkauan panca indra, seperti persoalan esensi dan substansi alam, yaitu sebab
utama terjadinya alam. Metafisika berasal dari bahasa yunani,
yaitu metha artinya di belakang, sedangkan fisika artinya
fisik atau nyata. Untuk itu dapat dipahami pengertian methafisika adalah
pemikiran yang jauh dan mendalam dibalik apa yang bisa dijangkau oleh panca
indra seperti Tuhan, asal alam, hakikat manusia, dan sebagainya.
Bagi plato(+
427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang
paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles(+ 384-322
SM) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku
ada”(being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya”(being as such). Dari
dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa “ada” merupakan objek materi
dari filsafat. Karena fisafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia
seluruhnya, termasuk dirinya sendirinya, maka “ada” disini meliputi segala
sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada. Jadi, secara
singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan,
sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat Fragmental atau bagian-bagian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar