Senin, 21 November 2016
Sudut Pandang Ontologi
Ontologi merupakan pembahasan tentang bagaimana cara memandang hakekat sesuatu, apakah dipahami sebagai sesuatu yang tunggal dan bisa dipisah dari sesuatu yang lain atau bernuansa jamak, terikat dengan sesuatu yang lain, sehingga harus dipahami sebagai suatu kebulatan (holistik). Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
Minggu, 20 November 2016
Batasan-batasan Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Apakah batasan yang merupakan lingkup penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti? Apakah yang menjadi karakter objek ontologis ilmu yang membedakan ilmu dan pengetahuan pengetahuan yang lain? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab ikhwal surga dan neraka berada diluar Jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab musabab terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu membatasi batas penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan pada metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, maka pembuktian metodologis tidak dapat dilakukan.
Ilmu tanpa bimbingan moral agama adalah buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin membawa kemanusiaan ke jurang malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir yang telah merenggut jutaan jiwa.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian kita menjadi “kapling kapling” berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai dengn perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan. Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu alam dan ilmu sosial. Kini telah terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus tahu benar batas-batas penjelajahan cabang keilmuan maing-masing.
Mengenai batas-batas kapling ini, disamping menunjukkan kematangan keilmuan dan profesional kita, juga dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga kita. Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering sekali diperlukan “pandangan” dari disiplin-disiplin yang lain. Saling pandang memandang ini atau pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi disipliner akan berubah menjadi sengketa kapling.
Sabtu, 19 November 2016
Perbedaan Filsafat Ilmu dengan Sejarah Ilmu, Psikologi Ilmu dan Sosiologi Ilmu
Perberdaan filsafat ilmu dengan sejarah ilmu, psikologi ilmu dan sosiologi ilmu :
Asfek
Perbedaan
|
Filsafat
Ilmu
|
Sejarah
Ilmu
|
Sosiologi
Ilmu
|
Psikologi
Ilmu
|
Pengertian
|
Ilmu penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya
|
Suatu ilmu pengetahuan yg mempelajari sgala peristiwa yg telah terjadi pd masa lampau dlm kehidupan manusia.
|
Ilmu yg mempelajari hubungan antara manusia dan kelompok-kelompok. (Roucek dan Warren ).
|
Decrates Dan wundt : ilmu yang mempelajari tentang kesadaran manusia.
Branca (1964) & Sartain Dkk. (1967) : ilmu tentang tingkah laku (over behavior & inc behavior).
|
Ciri – Ciri
|
Empiris
Radikal
Universal
Mengkaji dan manganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah
Mengkaji keterkaitan ilmu yg satu dg yang lainnya
|
Objek : peristiwa sejarah yang di ketahui
Metode sejarah
Sifat sistematis
Kausalitas sebagai hukum sejarah
Teori sejarah
Pendekatan ilmiah
Persfektif filsafat.
|
Bersifat empiris, berdasarkan observasi kenyataan
Teoritis, menyusun abstraksi dan hasil-hasil obcervasi
Kumulatif, di bentuk atas dasar teori yg sudah ada
Non-etis, permasalahan yg di bahas bukan-lah dari segi baik dan buruknya fakta tertentu.
|
Objek material : manusia
Objek formal : jiwa / psikis
Sistematis yg teratur
Mempunyai sejarah / riwayat tertentu
|
Objek Penyelidikan
|
seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain
|
Terbatas hanya pada : kejadian masa lampau
|
Terbatas hanya pada : tingkah laku manusia
|
Terbatas hanya pada : jiwa manusia
|
Objek Pembahasan
|
menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya.
|
Hanya menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya. Misalnya kejadian gunung meletus
|
Hanya menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya. Misalnya keadaan sosial masyarakat di kota purwakarta
|
Hanya menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Misalnya keadaan psikologis orang yang di tinggal mati orang tuanya.
|
Jumat, 18 November 2016
Persamaan dan Perbedan Filsafat Ilmu dan Ilmu-ilmu Lain
Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain.
Persamaan filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu, sosiologi ilmu dan psikologi ilmu adalah sebagai berikut :
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap lengkapnya sampai keakar - akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian - kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sitem.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar
Perbedaan filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu, psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah yang hendak dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan serta cara penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan mempermasalahkan masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan ilmiah.
Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu. Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu. Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara keseluruhan adalah :
1) bahwa filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat ilmu pengetahuan ( epistemology ) ;
2) filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi ( Beerling, 1985; 4 ). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia.Ilmu-ilmu manusia seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.
Secara garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain, baik sejarah ilmu, psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :
1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu sejarah hanya membicarakan kejadian – kejadian yang sudah terjadi di masa lampau, ilmu psikologi hanya membicarakan tentang jiwa, dan ilmu sosiologi hanya membicarakan tentang manusia.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu lainnya hanya membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu lainnya harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Untuk lebih jelasnya lagi, lihatlah tabel berikut ini :
Ilmu
|
Filsafat
|
1. Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti
2. Obyek penelitian yang terbatas
3. Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai tertentu.
4. Bertugas memberikan jawaban
|
1. Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan
2. Keseluruhan yang ada
3. Menilai obyek renungan dengan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.
4. Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu
|
Kamis, 17 November 2016
Objek Material Filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a. Ada yang bersifat umum ( ontology ), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia ( antropologi metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material logika.
Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu :
Ø Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
Ø Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
Rabu, 16 November 2016
Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai
Ilmu: bebas nilai atau tidak bebas nilai
Rasionalisasi ilmu pengetahuan terjadi sejak Descartes dengan sikap skeptic-metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu. Sikap ini berlanjut pada masa Aufklarung, suatu era yang merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai tetapi ia juga mengatakan bahwa ilmu-ilmu social harus menjadi nilai yang relevan. Kehati-hatian Weber dalam memutuskn apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak, bisa dipahami mengingat di satu pihak objektivitas merupakan cirri mutlak ilmu pengetahuan, sedang di pihak lain subjek yang mengembangkan ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya. Oleh karena itu perlu dirumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan bebas nilai itu?. Josep Situmorag menyatakan bahwa bebas nilai adalah artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paling tidak, ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu:
1. Ilmu harus bebas dari pengandaian-pengandaian yakni bebas dari pengaruh eksternal.
2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. [8]
3. Ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.
Namun disisi lain, ada yang berpendapat bahwa netralitas ilmu trehadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunannya haruslah berdasarkan nilai-nilai moral. Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni :
1. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi keilmuan.
2. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan.
3. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu data mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan social.
Jadi kebenaran suatu ilmu pengetahuan tidak semata mengejar kebenaran yang bebas niali melainkan selalu terkait dengan kemungkinan terwujudnya kebahagiaan manusia pada umumnya.
Selasa, 15 November 2016
Estetika
Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini. Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.
Estetika berasal dari kata Yunani aesthesis artinya pengamatan yang merupakan cabang filasafat yang berbicara tentang keindahan. Objek dari estetika adalah pengalaman akan keindahan. Dalam estetika yang dicari adalah hakikat keindahan, bentuk-bentuk pangalaman keindahan (seperti keindahan jasmani dan keindahan rohani, keindahan alam dan keindahan seni). Estetika dibagi menjadi dua yaitu:
1. Estetika deskriptif; menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan
2. Estetika normatif; mencari dasar pengalaman itu. Misalnya ditanyakan apakah keindahan itu akhirnya sesuatu yang objektif (terletak dalam lukisan) atau justru subjektif (terletak dalam manusia itu sendiri).
Perbedaan lain dari estetika adalah estetis filsafati dengan estetis ilmiah. Estetis filsafati adalah yang menelaah sasarannya secara filsafati dan sering disebut estetis tradisional. Estetis filsafati ada yang menyebut estetis analitis, karena tugasnya hanyalah mengurai. Sedang estetis ilmiah adalah estetis yang menelaah estetis dengan metode-metode ilmiah, yang tidak lagi merupakan cabang filsafat. Pada abad XX estetis ini sering disebut estetis modern. [7] Estetika merupakan nilai-nilai yang berhubungan dengan kreasi seni, dengan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan seni dan kesenian.
Senin, 14 November 2016
Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum. Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia ( baik dan buruk ) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk) akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidak terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Etika dapat dibagi menjadi deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan, meceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, dan tidak mengajarkan bagaiana seharusnya berbuat. Sedang etika normatif sudah memberikan penilaian mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak
Hubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan
ubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan
Pandangan filsafat pendidikan sama peranannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.
Filsafat pendidikan mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, antara lain tentang pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Di samping itu, pengalaman pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita. Semuanya itu dapat digunakan oleh flsafat pendidikan sebagai bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memngembangkan diri.
Filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Bagi perkembangan filsafat pendidikan, filsafat ilmu merupakan landasan filosofis yang menjiwai pengembangan ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat ilmu mencoba memberikan dasar bagi pengembangan filsafat pendididkan dalam kerangka mengembangkan ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan.
Selain itu, hubungan filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan juga dapat dimaknai bahwa filsafat ilmu mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan ilmu pendidikan (pedagogic) maupun teori-teori pendidikan baik dari segi ontologi (tujuan), epistemologi (metode), maupun axiologi (nilai).
Minggu, 13 November 2016
Hubungan Filsafat Ilmu dengan Penddidikan
Hubungan filsafat ilmu dengan pendidikan. Filsafat ilmu merupakan telah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011:49)
Filsafat ilmu bertujuan mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk mengembangkan pemikiran pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat ilmu dengan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pengembangan ilmu pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2) Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori pendidikan yang telah ada dan memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3) Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling melengkapi, yang dapat bermakna bahwa realita pendidikan dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat ilmu itu sendiri dapat membantu realita perkembangan pendidikan.
Sabtu, 12 November 2016
Bentuk Filsafat Indonesia
Bentuk filsafat Indonesia terdiri dari lima sila yang dikenal dengan pancasila Yaitu:
Sila I : Ketuhanan yang maha Esa
Sila II : Kemanusian yang adil dan beradab
Sila II : Persatuan Indonesia
Sila IV : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Sila V : Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan demikian, pancasila mempunyaii sifat yang abstrak, umum, universa,tetap tidak berubah, menyatu dalam suatu inti hakikat mutlak:tuhan, manusia,satu,rakyat, dan adil, yang kedudukanya sebagai inti pedoman dasar yang tetap.kejadian tersebut, melalui suatu proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa, akan tetap berakar pada kepribadian bangsa Indonesia .
Kamis, 10 November 2016
Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara dalam Pembukaan UUD 1945
Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Kemanusiaan yang adil dan beradab.
v Persatuan Indonesia.
v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.
Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh :
1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.
3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.
Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.
Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.
Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.
Langganan:
Postingan (Atom)